Catatan Profesi Kependidikan

MENU :

CABANG BARU :



CATATAN MATA KULIAH PROFESI KEPENDIDIKAN

1. Pada zaman sekarang istilah pendidikan merupakah hal yang sangat penting bagi setiap individu, dikarenakan pendidikan memiliki peranan pending bagi kelangsungan hidup dan memiliki kontribusi bagi tumbuh berkembangnya suaatu Negara, khususnya di Negara Indonesia sendiri. KBBI menyatakan bahwa Landasan pendidikan merupakan pondasi awal sistem pendidikan di Indonesia. Istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (KBBI, 2002 : 560). Pondasi yang kuat menjadikan bangunan berdiri dengan kuat dan kokoh. Begitu juga pendidikan di Indonesia. Harus memiliki landasan yang kuat agar pendidikan mampu mencapai tujuannya dalam mencerdaskan anak bangsa. Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu pendapat, gagasan, kepercayaan, prinsip atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir atau dalam rangka bertindak.
Di Negara Indonesia sendiri khususnya memiliki 5 landasan pendidikan. Di Indonesia terdapat 5 landasan pendidikan. Yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan psikologis, landasan kultural serta landasan ilmu pengetahuan teknologi. setiap landasan tersebut memiliki peranan penting bagi tumbuh kembangnya peserta didik. Setiap landasan memiliki kontribusi masing-masing bagi peserta didik.
a.       Landasan Filosofi : Merupakan landasan yang menjadi asumsi dari  filsafat dan menjadi sumber ilmu pendidikan. Landasan filosofi sebagai asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak pendidikan. Muntansyir, dkk (2004) dalam bukunya mengatakan bahwa filosofi adalah mempelajari berbagai prinsip yang mendasari tingkah laku manusia. Maka landasan filosofi yang menjadi salah satu komponen landasan pendidikan mampu mendasari segala tingkah laku manusia yang akan menentukan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Muntansyir, dkk (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

b.      Landasan Sosiologis : merupakan landasan yang mendasari dalam pendidikannya adalah Sosial atau interaksi kepada individu lain. Landasan sosiologi menjadi landasan yang mengatur interaksi pada antar manusia dalam pranata pendidikan. Seperti pendapat Natawidjaja, dkk bahwa sosiologi pendidikan secara opeasional dapat didefinisikan sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan yang lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar interaksi sosial antara orang-orang dalam satu unit pendidikan pada kehidupan peserta didik. (Rochman Natawidajaja, dkk., 2007 : 82)

c.       Landasan Psikologis : merupakan landasan yang menjadi dasar pendidikannya ialah psikologi atau hubungan aspek kejiwaan manusia. Dikarenakan kepribadian setiap individu itu berbeda-beda antara satu sama lainnya. Landasan psikologi diperlukan karena kegiatan pendidikan berhubungan dengan aspek kejiwaan manusia. Setiap peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda. Pendapat dari Chasiyah, dkk bahwa di dalam individu sendiri ada perbedaan dalam bermacam-macam aspek dari keselurahan kepribadiannya. (Chasiyah, dkk., 2009 : 21). Dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap individu memiliki perbedaan satu sama lainnya, dan semua itu memberikan pengaruh kepada tujuan yang diinginkannya.Oleh karena itu, landasan psikologi diperlukan sebagai pegangan pendidik agar peserta didik mampu mencapa tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
d.      Landasan Kultural : Merupakan landasan pendidikan yang mendasarinya ialah kultural atau kebudayaan daerah, landasan ini menuntut untuk melestarikan kebudayaan yang ada pada sebuah Negasa, khususnya di Indonesia sendiri. Landasan kultural dalam pendidikan menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia berakar pada kebudayaan Indonesia. Pendidikan sendiri sebagai upaya dalam melestarikan kebudayaan bangsa. Hal tersebut juga tertuang dalam UU No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negeri Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Oleh karena itu, jelaslah bahwa tujuan pendidikan juga merupakan upaya dalam pelestarian kebudayaan Indonesia. Kebudayaan juga menyangkut aspek kehidupan para peserta didik. Seperti pendapat Made Pidarta bahwa kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kehidupan manusiayang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau perkembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak (Made Pidarta, 1997 : 192). dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan kebudayaan itu  memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lainnya.Oleh karena itu kebudayaan dan pendidikan saling berkaitan erat satu sama lain.
e.       Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi : merupakan landasan pendidikan yang mendasarinya ialah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Teknologi merupakan hal yang sangat penting bagi tumbuh kebangnya suatu negara khususnya pada pribadi peserta didik sendiri di masa yang akan datang. Selain itu IPTEK juga diharapkan mampu memproduksi bahan dan benda yang dapat menunjang kebudayaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadi salah satu landasan dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan sarana penyaluran ilmu pengetahuan yang berbasis teknologi. Selain itu perkembangan teknologi juga diharapkan mampu menambah kompetensi dan keahlian yang dimiliki peserta didik. Teknologi sendiri merupakan hasil dari ilmu pengetahuan. Seperti yang diungkapakan Burhanudin Salam bahwa yang dimaksud teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan. (Burhanudin 2000 : 20)
2.        Teori empirisme mengemukakan bahwa anak dilahirkan sebagai kertas kosong dan tidak memiliki bakat dan kemampuan apapun, dan disinilah pendidikan dan lingkungannya yang akan membentuk anak tersebut. Oleh karena itu jelaslah bahwa lingkungan amat sangat menentukan terhadap pembentukan karakter peserta didik karena manusia merupakan sasaran pendidikan. Seperti yang diungkapkan Uyoh Sadulloh, bahwa sebagai objek pendidikan, manusia merupakan sasaran pembinaan dalam melaksanakan pendidikan, yang pada hakikatnya ia memiliki pribadi yang sama seperti manusia dewasa, namun karena kodratnya belum berkembang ( Sadulloh, 2004 : 80). Lingkungan itu terdiri dari keluarga, teman sebaya maupun masyarakat. Pada keluarga, sebagai pusat pendidikan pertama keluarga mempunyai tugas fundamental dalam mempersiapkan anak bagi peranannya di masa depan. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya. (Daradjat, 2008 : 66) Pada lingkungan teman sebaya seperti yang diungkapkan Desmita  bahwa “The social relations of children and adolscents are centered on their friends as well as their families,” (Desmita, 2009). Pada masyarakat, peserta didik akan belajar bersosialisasi. Menurut Uyoh Sadulloh bahwa anak akan menjadi manusia jika ia hidup bersama-sama dengan manusia lain di luar dirinya. Semua ini menunjukkan manusia adalah makhluk sosial (Sadulloh, 2009).

3.    Hakikat manusia yang hubungannya dengan pendidikan adalah makhluk yang dapat dididik. Menurut Langeveld, manusia disebut sebagai animal educandum yang artinya adalah manusia adalah makhluk yang harus dididik. Berdasarkan pendapat Langeveld tersebut, artinya manusia memerlukan pendidikan agar ia dapat berkembang. Seperti yang diungkapkan Wahyudin, Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan berdaya nalar sehingga manusia mampu berfikir, berbuat dan bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengemmbangan sebgai manusia yang utuh. (Wahyudin, 2008 : 120).
Di dalam kehidupan sehari-hari terdapat 4 dimensi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang membedkan dengan makhluk lainnya. Dimensi itu antara lain, 1). Manusia sebagai makhluk individu, 2). Manusia sebagai makhluk sosial, 3).Manusia sebagai makhluk susila 4). Manusia sebagai makhluk beragama. Kesemuanya itu dimiliki manusia yang digunakan untuk saling bgerinteraksi antar sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.
a. Sebagai Makhluk Individu
Menurut Suryabrata, tiap orang adalah konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, tiap tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang membawakan corak khas gaya hidupnya yang bersifat individual (Suryabrata, 114:2004)
b. Sebagai Makhluk Sosial
Perasaan sosial adalah perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan untuk hidup bermasyarakat dengan manusia, untuk bergaul, saling tolong enolong, memberi dan menerima, simapati dan antipati, rasa setia kawan dan sebagainya. (Suryabrata, 115:2004)
c. Sebagai Makhluk Susila
Tiap-tiap orang tentu memiliki ukuran baik buruk sendiri yang bersifat individual. Selain itu kita mengetahui bahwa didalam masyarakat tertentu terdapat norma yang berlaku bagi masyarakat. Perasaan susila bersangkut dengan norma-norma sosial. (Suryabrata, 115:2004)
d. Sebagai Makhluk Beragama
Perasaan keagamaan yaitu perasaan yang bersangkut paut dengan kepercayaan seseorang tentang adanya Yang Maha Kuasa seperti rasa kagum akan kebesaran Tuhan, rasa syukur setelah terhindar dari marahabaya secara ajaib dan sebagainya. (Suryabrata, 115:2004)

4.        Kode etik guru adalah sistem aturan yang mengatur hak dan kewajiban guru. Hak dan kewajiban guru ini diatur sedemikian rupa agar guru mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan sebagai upaya meningkatkan profesionalitas guru. Untuk meningkatkan profeionalitas guru, kode etik berupaya memberikan jaminan terhadap tenaga pendidik baik dalam kesejahteraan maupun keselamatan kerja. Kode etik guru juga mengatur hak-hak yang mengatur kesejahteraan guru sehingga guru dapat bekerja dengan profesional. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalitas guru, pemerintah mulai memperhatikan gaji guru yang diseimbangkan dengan beban kerjanya. Hal ini telah lama berlaku di Amerika Serikat, sehingga tak heran jika pendidikan di Amerika Serikat banyak dianut oleh negara-negara berkembang. Profesionalitas guru dihargai sebagai kompensasi dan meningkatkan etos kerja guru agar semakin kreatif dan profesional. Karena guru adalah sebuah profesi yang membutuhkan suatu keahlian. Seperti pendapat Wina Sanjaya bahwa suatu profesi menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai jenis profesinya ( Sanjaya 2005 : 142-143) Seperti halnya sertifikasi guru, hal tersebut merupakan salah satu upaya peningkatan profesionalitas guru. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007. Menurut Peraturan Menteri ini, sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan.









DAFTAR PUSTAKA
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Muntansyir, dkk (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Natawidjaja, R., dkk (2007). Ilmu Rujukan. Bandung
Chasiyah, dkk (2009) Perkembangan Peserta Didik. Surakarta : Yuma Pustaka
Pidarta, Made (1997) Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Undang-Undang No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Salam, Burhanudin (2000) Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi,  Jakarta : Rineka Cipta
Sadulloh, Uyoh. (2009). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Suryabrata, Sumadi. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Daradjat, Zakiah. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
Desmita. (2009). Psiologi Perkembangan Peserta Didik.  Bandung : Remaja Rosdakarya
Journal Pat. (2001). Teacher in England and Wales, Professionalisme in Practice. The PAT Journal. April/Mei 2011
Sanjaya, Wina. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana.
Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS